Header Menu




banner



Hukum Penggunaan Bitcoin dalam Pandangan Islam

Kali ini admin mau mengembangkan info yang mungkin selama ini banyak di antara kita bertanya-tanya bahu-membahu bagaimana sih hukum nya penggunaan bitcoin itu karena sifatnya yang digital atau tidak tampak oleh kasat mata. Dalam artikel ini lebih menekankan pada pembahsan wacana bagaimana hukum penggunaan bitcoin dalam bertransaksi.

 Kali ini admin mau mengembangkan info yang mungkin selama ini banyak di antara kita bertanya Hukum Penggunaan Bitcoin dalam Pandangan Islam
Sumber gambar : http://www.islamandbitcoin.com/

Disclaimer : Artilel ini di dapatkan dari sumber https://konsultasisyariah.com/28435-hukum-bitcoin.html dan di posting ulangkan di bitcoinQ.

Mari simak penjelasaannya di bawah ini

Bitcoin dalam Tinjauan Hukum Islam

Saya Aji saya mau bertanya apa hukumnya berinvestasi bitcoin dan bertransaksi dengan bitcoin /crypo currency ? hal ini sangat penting untuk dibahas, alasannya ialah masih sangat jarang ulama/ustadz yg membahasnya, syukron

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sebelum membahas mengenai hukum bitcoin, kita akan memahami hakekat dari bitcoin. Karena dengan memahami hakekat kasus yang menjadi objek kajian, kita mampu melaksanakan takyif fiqh (pendakatan fiqh) dalam memahami kasus tersebut.

Ada kaidah fiqh yang menyatakan,

الحكم على الشيء فرع عن تصوره

Hukum terhadap suatu kasus, ialah turunan dari bagaimana seseorang melihatnya. (Majmu’ Fatawa, 6/295)

Dari sekian situs yang menjelaskan bitcoin, ada satu situs yang memberi penjelasan paling mudah dipahami sebagai berikut,

Bitcoin ialah sebuah mata uang digital yang tersebar dalam jaringan peer-to-peer yang tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini memiliki sebuah buku akuntansi besar berjulukan Blockchain yang dapat diakses oleh publik, dimana didalamnya tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin, termasuk saldo yang dimiliki oleh tiap pengguna. (forumbitcoin.co.id)

* Peer to Peer ialah adalah suatu teknologi sharing resource dan service antara satu komputer dan komputer yang lain.

Sejauh mana jangkauan bitcoin?

Ada banyak bisnis dan individu yang menggunakan Bitcoin. Termasuk bisnis fisik di dunia kasatmata menyerupai restoran, apartemen, firma hukum, dan juga layanan online terkenal menyerupai Namecheap, WordPress, Reddit, dan Flattr. Meskipun Bitcoin termasuk fenomena baru, namun berkembang sangat pesat. Pada selesai Agustus 2013, nilai total semua bitcoin yang beredar melebihi 1,5 milyar dolar AS, dengan transaksi pertukaran bitcoin senilai jutaan dolar dilakukan setiap harinya. (bitcoin.org)

Dengan memperhatikan jangkauannya, bitcoin telah disepakati para pebisnis di dunia maya sebagai alat tukar. Dengan kata lain, bitcoin telah menjadi mata uang di dunia maya.

Batasan Mata Uang dalam Fiqh

Selanjutnya kita akan melihat, apakah bitcoin mampu disebut mata uang secara fiqh ataukah tidak?

Dalam hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, korma ditukar dengan korma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai” (HR. Muslim 4147).

Dari keenam benda ribawi di atas, ulama sepakat, barang ribawi dibagi 2 kelompok:

  • Kelompok 1: Emas dan Perak
  • Kelompok  2: al-qut al-muddakhar (bahan makanan yang mampu disimpan), Bur, Sya’ir, Kurma, & Garam.


Kita lebih fokuskan melihat emas dan perak, karena ini yang ada kaitannya dengan mata uang.

Menurut lebih banyak didominasi ulama, Maliki, Syafi’i dan Hambali, menegaskan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak karena keduanya berstatus sebagai alat tukar (tsamaniyah), dan sebagai alat ukur nilai harta benda lainnya (qawam al-Amwal). Dengan demikian, kegunaan emas dan perak (dinar dan dirham) terletak pada fungsi ini, tidak hanya pada nilai intrinsik bendanya. (al-Mughi, Ibnu Qudamah, 4/135; as-Syarhul Kabir, Ibnu Qudamah, 4/126).

Karena itu, diqiyaskan dengan emas dan perak, semua benda yang disepakati berlaku sebagai mata uang dan alat tukar. Meskipun bahannya bukan emas dan perak. Dalam Tarikh al-Baladziri disebutkan,

وقد همَ عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- باتخاذ النقود من جلد البعير. وما منعه من ذلك إلا خشية على البعير من الانقراض

Bahwa Umar bin Khattab berkeinginan membuat uang dari kulit unta. Namun rencana ini diurungkan karena khawatir, onta akan punah. (Futuh al-Buldan, al-Baladziri)

Sekalipun keputusan ini tidak dilaksanakan, tapi kita mampu melihat bahwa para teman mengakui bolehnya memproduksi mata uang dengan materi dari selain emas dan perak. Rencana ini dibatalkan, karena mengancam poopulasi onta. Bisa saja, ada orang yang menyembelih onta, hanya untk diambil kulitnya. Sementara dagingnya mampu jadi tidak dimanfaatkan. Andai bukan kebijakan problem kelestarian onta, akan diterbitkan mata uang berbahan kulit onta.

Inilah yang menjadi dasar para ulama, bahwa mata uang tidak harus berbahan emas dan perak. Imam Malik pernah mengatakan,

لو أن الناس أجازوا بينهم الجلود حتى تكون لهم سكة وعين لكرهتها أن تباع بالذهب والورق نظرة

“Andaikan orang-orang membuat uang dari kulit dan dijadikan alat tukar oleh mereka, maka saya melarang uang kulit itu ditukar dengan emas dan perak dengan cara tidak tunai”. (Al-Mudawwanah Al-Kubra, 3/90).

Karena itu, Syaikhul Islam mengatakan,

Sebagian ulama berkata, “Uang ialah suatu benda yang disepakati oleh para penggunanya sebagai (alat tukar), sekalipun terbuat dari sepotong kerikil atau kayu”. (Majmu’ Fatawa, 19/251).

Kesimpulannya, hingga titik ini, penggunaan bitcoin secara hukum syariah dibolehkan, tidak ada sisi pelanggarannya, selama itu dimiliki secara legal dan bukan melalui pembajakan atau penipuan.

Dalam Fatawa Islam dinyatakan,

النقود الإلكترونية هي نقود عادية متطورة ، وهي وإن كانت لا تتشابه معها في الشكل ، فإنها تتفق معها في المضمون.  وهذه النقود الإلكترونية تأخذ حكم العملة التي تم تخزينها بها

Mata uang elektronik ialah mata uang di dunia digital. Mata uang ini meskipun bentuknya tidak sama dengan mata uang lainnya, namun dilihat dari sisi nilai yang dipertanggungkan statusnya sama. Sehingga uang elektronik ini dihukumi sebagai ‘umlah (mata  uang) yang mampu disimpan. (Fatawa Islam, no. 219328)

Fatwa bolehnya menggunakan bitcoin juga disampaikan lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah – Qatar,

فالعملة الرقمية، أو النقود الإكترونية عملات في شكل إلكتروني غير الشكل الورقي، أو المعدني المعتاد. وعلى ذلك فشراؤها بعملة مختلفة معها في الجنس أو متفقة يعد صرفًا

Mata uang elektronik ialah mata uang dalam bentuk digital, tidak menyerupai mata uang kertas atau mata uang berbahan logam tambang, menyerupai yang umumnya beredar. Karena itu, membeli mata uang digital dengan mata uang lain yang berbeda, termasuk transaksi sharf (transaksi mata uang). (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 191641)

Di aliran yang lain ditegaskan,

فمن ملك شيئًا من تلك النقود الإلكترونية بوسيلة مشروعة، فلا حرج عليه في الانتفاع بها فيما هو مباح

Siapa yang memiliki mata uang digital itu dengan cara yang disyariatkan (mubah), maka tidak problem untuk dimanfaatkan, untuk keperluan yang mubah. (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 251170)

Aturan Pembelian Bitcoin

Bitcoin statusnya mata uang. Karena itu, membeli bitcoin, hakekatnya menukar uang dengan uang. Orang yang membeli bitcoin dengan rupiah, hakekatnya ia menukar rupiah dengan bitcoin. Menurut informasi, ketika ini, harga 1 bitcoin (BTC) = Rp 7.950.500; atau 1 BTC = $ 611.95;

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi aturan untuk transaksi uang dengan uang,

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ … مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ…فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, kuantitasnya harus sama dan tunai… Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai. (HR. Muslim 4147)

Dalam hadis ini ada 2 aturan cara penukaran mata uang,

  1. Jika tukar menukar itu dilakukan untuk barang yang sejenis, wajib sama kuantitas dan tunai. Misalnya: emas dengan emas, rupiah dengan rupiah, qiyasnya BTC dengan BTC.
  2. Jika tukar barang dilakukan antar barang yang berbeda, namun masih satu kelompok, syaratnya wajib tunai. Misal: Emas dengan perak, rupiah dengan dolar. Termasuk rupiah dengan BTC.


Karena itu, ketika ada orang yang beli bitcoin, atau jual bitcoin, di daerah transaksi keduanya harus ada. Uang ada, bitcoin ada. Tidak boleh ada yang tertunda. Jika tertunda, melanggar larangan riba nasiah. Begitu konsumen transfer rupiah, di ketika yang sama penyedia bitcoin harus mengirim BTC untuknya.

Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah, aturan ini disebutkan,

ولا بد في الصرف من التقابض، والتماثل عند اتحاد الجنس، والتقابض دون التماثل عند اختلاف الجنس، والقبض قد يكون حقيقيًا، وقد يكون حكميًا

Dalam transaksi mata uang, harus ada serah terima (taqabudh) dan sama kuantitas kalau jenisnya sama. Dan disyaratkan harus taqabudh, meskipun boleh tidak sama kuantitas, kalau beda jenis. Dan taqabudh mampu dilakukan secara haqiqi (ada uang, ada bitcoin yang mampu dipegang), mampu juga secara status (hukmi). (Fatawa Syabakah Islamiyah no. 251170)

Transaksi bitcoin, kalau dilakukan sekali waktu ditempat, termasuk taqabudh secara hukmi.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Belum ada Komentar untuk "Hukum Penggunaan Bitcoin dalam Pandangan Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel